Pada saat demonstrasi berlangsung, massasiswa dan warga berbondong-bondong berkumpul di pelabuhan Tanjung Priok untuk menunjukkan solidaritas terhadap perjuangan umat Islam di Palestina. Namun, unjuk rasa damai ini berubah menjadi kekacauan ketika aparat militer, dipersenjatai dengan senjata api, merespons dengan kekerasan. Mereka menembaki para demonstran tanpa pandang bulu, menewaskan banyak orang yang justru mempertahankan hak mereka untuk berpendapat.
Pendekatan militer yang represif ini menggambarkan betapa besarnya ketakutan pemerintah terhadap gerakan Islam. Dalam benak mereka, Islam bukan lagi sebuah agama yang harus dihormati, melainkan ancaman yang harus dihancurkan. Penggunaan kekuatan militer yang berlebihan di Tanjung Priok menjadi simbol dari pembungkaman suara-suara keadilan, yang bahkan tidak segan-segan mencabut nyawa.
Peristiwa ini memunculkan banyak pertanyaan tentang hak asasi manusia dan kebebasan berpendapat di Indonesia. Banyak keluarga para korban tragedi Tanjung Priok yang masih merasakan dampak trauma yang mendalam. Hingga saat ini, nama-nama mereka yang telah gugur di Tanjung Priok masih terukir dalam ingatan sebagai simbol perjuangan, meski banyak dari mereka yang tidak pernah mendapatkan keadilan.