Pemakzulan Gibran adalah Keniscayaan : Jalan Menuju Rekonsiliasi Nasional
Oleh: M. Isa Ansori
Sepertinya Jokowi mantan presiden selalu menghadapi masalah yang bertubi tubi, belum selesi persoalan dugaan ijazah palsu, kini menghadapi tekanan isu pemakzulan sang putra mahkota, Gibran Rakabuming dari kursi wapres. Isu ini tentu tidak berdiri sendiri, karena memang ada sebab yang melatarbelakanginya. Gibran dianggap sebagai anak haram konstitusi, karena lahir dari proses mengmputasi demokrasi dengan keputusan Sang Paman Usman ketika menjabat sebagai ketua MK. Gibran dianggap juga sebagai produk yang melawan semangat reformasi yang anti terhadap KKN dan oligarki politik.
Wacana pemakzulan Gibran Rakabuming Raka sebagai Wakil Presiden terpilih bukan lagi sekadar obrolan pinggiran. Ia telah naik kelas menjadi wacana konstitusional dan politik yang sah. Bahkan, sejumlah purnawirawan TNI dan Polri telah menyampaikan surat resmi kepada Presiden dan DPR RI, menyatakan keprihatinan atas dugaan pelanggaran moral dan etika konstitusional yang melibatkan Gibran. Selain itu Gibran dianggap kurang cakap, dalam berbagai kesempatan terlihat kemampuan Gibran yang tidak memedahi sebagai seorang wapres. Sehingga dalam pandangan para purnawirawan TNI Polri, Indonesia menghadapi persoalan kepemimpinan nasional, bila Prabowo berhenti dan mengalami hambatan pemerintahan ditengah jalan.
Isu tentang dugaan keterlibatan Gibran dalam akun FufuFafa—yang disebut menyebarkan konten tidak layak bagi publik—serta kaitan dengan jaringan judi online (judol), menjadi alarm etik yang serius. Walau masih dalam proses pembuktian hukum, dalam perspektif konstitusi, tindakan yang mencederai martabat dan kelayakan seorang pejabat negara sudah cukup untuk dikategorikan sebagai perbuatan tercela, sebagaimana diatur dalam Pasal 7A UUD 1945.