Wacana program makan bergizi gratis di Indonesia disambut dengan harapan besar sebagai solusi untuk mengatasi masalah gizi, terutama pada anak-anak. Namun, di balik niat baiknya, program sebesar ini juga menyimpan banyak tantangan dan kelemahan yang perlu diwaspadai agar implementasinya bisa berjalan efektif. Mengabaikan potensi masalah ini justru bisa menimbulkan dampak negatif yang tak kalah serius, mulai dari isu logistik hingga risiko kualitas gizi yang tidak merata.
Tantangan Skala dan Logistik yang Sangat Besar
Kelemahan paling mendasar dari program makan bergizi gratis adalah skala dan tantangan logistiknya yang sangat masif. Indonesia adalah negara kepulauan yang luas dengan lebih dari 270 juta penduduk. Menyediakan makanan bergizi setiap hari untuk jutaan anak di seluruh pelosok negeri bukanlah perkara mudah. Ini membutuhkan rantai pasok yang solid, mulai dari pengadaan bahan baku, distribusi, hingga proses memasak.
Masalahnya, setiap daerah memiliki kondisi geografis dan infrastruktur yang berbeda-beda. Distribusi ke daerah terpencil, misalnya, bisa sangat sulit dan mahal. Belum lagi, memastikan bahan makanan tetap segar dan higienis selama perjalanan adalah tantangan besar. Jika aspek logistik ini tidak dikelola dengan baik, bukan tidak mungkin makanan yang sampai ke anak-anak justru sudah tidak layak konsumsi atau kualitas gizinya menurun drastis.