Bagaimana PM2.5 Merusak Paru-Paru dan Organ Lain
Ukuran PM2.5 yang sangat kecil membuatnya jadi berbahaya. Berbeda dengan partikel debu besar yang bisa disaring oleh bulu hidung atau saluran pernapasan bagian atas, PM2.5 ini bisa melenggang bebas. Ketika terhirup, partikel ini langsung masuk jauh ke dalam paru-paru, mencapai alveoli (kantong udara kecil tempat pertukaran oksigen dan karbon dioksida terjadi).
Di sana, PM2.5 bisa:
Menyebabkan Peradangan: Partikel ini adalah benda asing yang memicu respons peradangan di paru-paru, merusak jaringan.
Memicu Penyakit Pernapasan: Paparan jangka panjang bisa menyebabkan atau memperparah berbagai penyakit pernapasan seperti asma, bronkitis kronis, Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK), hingga kanker paru-paru.
Masuk ke Aliran Darah: Karena ukurannya yang ekstrem kecil, PM2.5 bahkan bisa menembus dinding alveoli dan masuk ke dalam pembuluh darah, kemudian diedarkan ke seluruh tubuh.
Setelah masuk ke aliran darah, PM2.5 bisa merusak organ lain. Penelitian menunjukkan korelasi antara paparan PM2.5 dengan peningkatan risiko penyakit jantung, stroke, dan bahkan masalah neurologis. Partikel ini bisa menyebabkan peradangan sistemik, stres oksidatif, dan disfungsi pembuluh darah, mengganggu kerja organ vital. Ibu hamil yang terpapar PM2.5 juga berisiko melahirkan bayi dengan berat badan rendah atau masalah kesehatan lain.
Mengukur dan Melindungi Diri dari Ancaman PM2.5
Kesadaran akan bahaya PM2.5 ini semakin meningkat. Banyak kota kini mulai memasang alat pemantau kualitas udara yang bisa diakses publik. Angka PM2.5 biasanya ditampilkan dalam satuan mikrogram per meter kubik (µg/m³). Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan batas aman PM2.5 rata-rata tahunan tidak lebih dari 5 µg/m³ dan rata-rata 24 jam tidak lebih dari 15 µg/m³. Sayangnya, banyak kota besar di dunia, termasuk di Indonesia, seringkali melampaui batas ini.