Ia juga menyampaikan bahwa hingga triwulan pertama tahun 2025, sudah ada 359 perusahaan industri yang melapor sedang membangun fasilitas produksi yang baru, dengan potensi serapan tenaga kerja mencapai 97.898 orang. Jumlah ini jauh lebih besar dibandingkan dengan angka PHK yang dilaporkan oleh berbagai instansi pemerintah.
Namun, Febri menegaskan kembali bahwa publikasi data tersebut tidak menunjukkan kurangnya empati dari Kemenperin terhadap korban PHK. "Tolong jangan salah kaprah. Kami tetap beritikad untuk membantu para pekerja yang terimbas," ungkapnya.
Kemenperin berkomitmen untuk mengimplementasikan berbagai program yang dapat dimanfaatkan oleh pekerja yang mengalami PHK. Program-program tersebut termasuk penempatan kerja di perusahaan-perusahaan industri terdekat, pelatihan keterampilan baru (re-skilling), dan pengembangan usaha baru bagi para pekerja.
"Seperti yang kita ketahui, pemerintah telah meluncurkan kebijakan insentif upah PPH sebesar 3 persen bagi pekerja di sektor industri padat karya. Harapan kami adalah insentif ini dapat segera dikeluarkan sehingga dapat membantu menopang usaha yang dilakukan oleh para pekerja," kata Febri.
Sebelumnya, PT Maruwa Indonesia yang berlokasi di Tanjunguncang, Batam, Kepulauan Riau, telah dinyatakan bangkrut. Nasib 205 karyawan perusahaan yang memiliki afiliasi dengan Jepang ini hingga kini masih tidak jelas, karena mereka belum menerima pembayaran gaji maupun pesangon. Perusahaan yang telah beroperasi sejak tahun 1999 dalam bidang Flexible Printed Circuit (FPC) ini mendadak menghentikan semua produksi sejak awal April 2025, yang mengakibatkan ratusan karyawan terpaksa diliburkan tanpa pemberitahuan resmi.