Menurut dia, kejadian itu sebagaimana terungkap dalam persidangan dipicu oleh insiden, di mana salah seorang terdakwa dipukul terlebih dahulu oleh pecalang hingga memar, yang kemudian memicu kemarahan dan perkelahian.
"Klien kami dengan pihak pecalang sudah ada perdamaian. Namun, pemicu permasalahan ini sebenarnya adalah salah satu terdakwa dipukul duluan sampai memar dan bengkak di bagian kepala. Karena marah maka dibalas hingga menyebabkan perkelahian,” kata Sakti.
Dia juga mengatakan terdakwa sudah mengakui dalam persidangan bahwa benar kronologi perkelahian itu, namun antara mereka dan pecalang sudah ada kesepakatan damai dan saling memaafkan.
Bahkan biaya pengobatan korban sudah ditanggung semuanya oleh kedua terdakwa. Hanya saja dari pihak manajer villa tersebut tidak mau damai hingga kasus ini masuk ke ranah hukum.
“Sudah saling memaafkan, itu clear ceritanya seperti itu. Yang kedua dengan manajer villa itu, dia tidak punya bukti apapun hanya perkataannya dia. Kalau dibilang robek, kita tidak tau benar apa tidak visum itu," katanya.
Sebelumnya, dalam surat dakwaan JPU menjelaskan kedua terdakwa melakukan tindak pidana tersebut sebagai akibat dari insiden yang bermula dari keluhan terkait suara musik keras dari vila tempat tinggal mereka di Gang Kubu, pada dini hari Senin (22/4) sekitar pukul 03.00 Wita.
Kebisingan itu mengganggu ketenangan warga sekitar, yang mengakibatkan satpam vila diminta untuk berkoordinasi dengan pecalang setempat, termasuk korban untuk menyelesaikan masalah tersebut.
“Satpam datang ke pos pengamanan pecalang minta bantuan untuk menegur penghuni yang menyetel suara musik dengan volume kencang itu. Satpam dan korban lalu datang ke vila itu. Korban lalu meminta para pelaku untuk mengecilkan suara volume musik karena mengganggu masyarakat dan turis lain yang sedang beristirahat,” kata JPU. Setelah berbincang dengan pelaku di vila, korban kemudian meninggalkan lokasi untuk kembali ke pos pengamanan.