Pernikahan anak di bawah umur, terutama yang melibatkan anak pesantren tanpa izin dari orang tua mereka, telah menjadi topik kontroversial yang menimbulkan perdebatan di masyarakat Indonesia. Fenomena ini tidak hanya menyoroti masalah hukum dan perlindungan anak, tetapi juga mencerminkan tantangan besar dalam menjaga hak-hak anak dan nilai-nilai keadilan sosial.
Fenomena Pernikahan Anak Pesantren
Pernikahan anak di bawah umur, yang sering terjadi di kalangan anak pesantren, memunculkan banyak permasalahan terkait hak-hak anak dan kebebasan mereka untuk membuat keputusan yang tepat mengenai masa depan mereka sendiri. Beberapa kasus melibatkan pernikahan yang diatur tanpa persetujuan dari orang tua, yang seharusnya menjadi wali bagi anak-anak di bawah umur.
Isu Hukum dan Perlindungan Anak
Secara hukum, pernikahan anak di bawah umur di Indonesia terlarang sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Undang-undang ini menetapkan bahwa usia minimum pernikahan adalah 19 tahun untuk pria dan 16 tahun untuk wanita, dengan syarat izin khusus dari pengadilan untuk mereka yang berusia di bawah batas tersebut. Namun, praktik pernikahan anak di bawah umur masih terjadi di beberapa daerah, termasuk di lingkungan pesantren.