Kasus penyidikan terhadap Djuyamto dimulai saat adanya laporan mengenai dugaan penerimaan suap terkait izin ekspor CPO. Investigasi yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap bahwa ia diduga menerima suap dalam jumlah yang mencengangkan, mencapai Rp 5,7 miliar. Kabar ini mengejutkan banyak pihak, mengingat Djuyamto sebelumnya dikenal sebagai sosok yang bersih dari praktik korupsi.
Proses penyidikan pun berjalan cepat, dengan KPK melakukan penangkapan dan penggeledahan terhadap kantor dan rumah Djuyamto. Banyak yang tak habis pikir, bagaimana seorang hakim yang selama ini memperjuangkan keadilan dan berintegritas tinggi justru terjerat dalam kasus korupsi yang serius. Hal ini menunjukkan sisi kelam dari dunia hukum di Indonesia, di mana praktek suap dan kolusi masih bisa meracuni pihak-pihak yang seharusnya menjadi penegak hukum.
Ketika berita mengenai penangkapan Djuyamto tersebar, berbagai reaksi pun muncul di masyarakat. Ada yang merasa kecewa, ada pula yang skeptis terhadap kredibilitas sistem peradilan yang ada. Beberapa kolega dan aktivis hukum menyatakan bahwa sosok Djuyamto seharusnya tidak dipandang sebelah mata. Meskipun terjerat dugaan suap, perlu diingat kontribusi dan perjuangan yang telah ia buat untuk menciptakan lingkungan peradilan yang lebih bersih.