Hakim Djuyamto yang dikenal sebagai sosok berintegritas kini terjerat kasus korupsi setelah diduga menerima suap sebesar Rp 5,7 miliar terkait kasus ekspor CPO (Crude Palm Oil). Kisahnya menjadi sorotan publik, mengingat selama ini ia dikenal sebagai seorang hakim yang memegang teguh prinsip keadilan dan transparansi. Ironisnya, Djuyamto pernah memperjuangkan kenaikan gaji hakim sebagai langkah untuk memberantas kolusi di peradilan, namun semuanya berubah ketika ia justru menjadi tersangka dalam kasus yang menyita perhatian ini.
Djuyamto mengawali karirnya dengan reputasi yang cemerlang, banyak dianggap sebagai panutan di kalangan koleganya. Ia aktif dalam berbagai seminar dan forum yang membahas pentingnya akuntabilitas dalam sistem peradilan. Dalam berbagai kesempatan, Djuyamto mengungkapkan keprihatinannya terhadap rendahnya gaji hakim yang dinilai tidak sebanding dengan tanggung jawab mereka dalam menjalankan tugas. Ia percaya bahwa dengan memberikan gaji yang layak, akan tercipta lingkungan peradilan yang lebih bersih dan bebas dari praktik korupsi.
Namun, nasib tak berpihak kepada Djuyamto. Setelah melakukan berbagai advokasi untuk menjadikan peradilan lebih bersih, ia malah dihadapkan pada situasi yang felt ironis. Tak lama setelah usaha-usahanya itu, Djuyamto dipindahtugaskan ke daerah terpencil, sebuah tindakan yang dianggap banyak kalangan sebagai bentuk hukuman bagi hakim yang berani bersuara. Seolah-olah, keberanian dan integritasnya menjadi bumerang yang menghancurkan karirnya sendiri.