Kebotakan pada pria, atau yang dikenal dengan istilah alopecia androgenetik, adalah fenomena umum yang seringkali mulai terlihat jelas saat memasuki usia 40-an. Bagi banyak pria, menipisnya rambut di area dahi dan ubun-ubun menjadi tanda penuaan yang sulit dihindari. Fenomena ini bukanlah sekadar masalah kosmetik, melainkan hasil dari interaksi kompleks antara faktor genetik, hormonal, dan usia. Memahami penyebab utamanya bisa membantu kita melihat kebotakan bukan sebagai takdir yang tiba-tiba, melainkan sebagai proses biologis yang bisa dijelaskan.
Peran Kunci Dihydrotestosterone (DHT) dan Faktor Genetik
Penyebab paling dominan dari kebotakan pola pria adalah faktor genetik dan hormon. Penurunan jumlah rambut ini terjadi karena folikel rambut (kantong kecil tempat rambut tumbuh) menjadi sangat sensitif terhadap hormon yang disebut dihydrotestosterone atau DHT. DHT adalah turunan dari testosteron, hormon seks pria. Jika folikel rambut punya sensitivitas genetik terhadap DHT, hormon ini akan secara perlahan-lahan menyebabkan folikel menyusut.
Prosesnya berjalan seperti ini: folikel rambut yang sensitif terhadap DHT akan mulai mengecil seiring waktu. Akibatnya, rambut yang tumbuh dari folikel tersebut menjadi lebih pendek, lebih tipis, dan lebih rapuh. Lama-kelamaan, folikel ini bisa berhenti memproduksi rambut sama sekali. Pola kebotakan yang khas, yaitu dimulai dari garis rambut yang mundur dan penipisan di ubun-ubun, adalah ciri khas dari kondisi ini.
Gen yang menentukan sensitivitas folikel rambut terhadap DHT diturunkan dari orang tua. Jadi, jika ayah, kakek, atau paman dari salah satu sisi keluarga mengalami kebotakan, kemungkinan besar seseorang juga akan mengalaminya. Gen ini bisa diturunkan dari sisi ibu maupun ayah, membuat predisposisi genetik menjadi faktor yang sangat kuat.