Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud) Indonesia telah mengeluarkan kebijakan yang mewajibkan setiap sekolah untuk menyediakan ekskul Pramuka. Meski demikian, siswa diberikan kebebasan untuk memilih apakah akan mengikuti kegiatan tersebut atau tidak. Kebijakan ini menuai beragam tanggapan dari masyarakat, terutama dari kalangan pendidik, orang tua siswa, dan pelaku dunia pendidikan.
Seiring dengan implementasi Kurikulum 2013, Kemendikbud mencanangkan agar setiap sekolah di Indonesia menyediakan ekstrakurikuler atau ekskul Pramuka. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan wadah pengembangan karakter siswa di luar pembelajaran akademis. Ekskul Pramuka dianggap mampu memberikan pengalaman belajar yang berbeda dan mendorong siswa untuk mengembangkan kepemimpinan, kemandirian, kebersamaan, dan jiwa sosial melalui kegiatan-kegiatan yang ada di dalamnya.
Meskipun kebijakan tersebut telah dikeluarkan, Kemendikbud memberikan kebebasan kepada setiap siswa untuk memilih apakah akan mengikuti ekskul Pramuka atau tidak. Dalam konteks ini, terdapat pro dan kontra terkait kebijakan tersebut. Sebagian pihak meyakini bahwa kehadiran ekskul Pramuka yang wajib, namun tidak mengikat siswa untuk mengikutinya, memberikan ruang bagi siswa untuk mengembangkan minat dan bakatnya secara lebih leluasa. Di sisi lain, ada juga pandangan bahwa kebijakan ini seharusnya bersifat kewajiban bagi seluruh siswa, tanpa terkecuali, untuk menanamkan nilai-nilai kepramukaan yang penting bagi pembentukan karakter.