Hal ini terungkap pada persidangan kasus pertambangan tanpa izin yang dilakukan warga negara China berinisial YH di Pengadilan Negeri Ketapang, Kalimantan Barat (29/8/2024). Dari hasil penyelidikian Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, terungkap bahwa volume batuan bijih emas tergali sebanyak 2.687,4 m3.
Batuan ini berasal dari koridor antara Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) dua perusahaan emas PT BRT dan PT SPM, yang saat ini belum memiliki persetujuan RKAB untuk produksi tahun 2024-2026.Kerugian ekonomi yang tercatat sebesar Rp 1,020 triliun merupakan angka yang sangat besar dan patut menjadi perhatian serius. Hal ini menandakan bahwa penegakan hukum dan pengawasan terhadap aktivitas tambang harus ditingkatkan. Tidak hanya itu, perlu pula langkah-langkah tegas untuk mencegah praktik ilegal seperti ini agar tidak terulang di masa mendatang.
Selain itu, kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh kegiatan tambang ilegal juga menjadi masalah serius. Dampaknya akan terasa jangka panjang dan bisa merugikan kehidupan ekosistem dan masyarakat sekitar. Oleh sebab itu, penanganan masalah ini harus dilakukan secara holistik, dengan melibatkan berbagai pihak terkait dan melakukan pemulihan lingkungan yang telah terdampak.