Yang orang-orang sebut sebagai aksi protes sebenarnya saya sebut sebagai serangan teror, Huma Khan tinggal di Stockport, Manchester Raya. Dia bekerja sebagai guru di sekolah dasar setempat, Kekerasan yang terjadi di berbagai kota di Inggris membuatnya bertekad untuk menjalani kehidupan seperti biasa, tetapi ia merasa was-was.
“Awalnya reaksi saya adalah kaget. Saya pikir fakta bahwa kekerasan itu telah berubah menjadi apa yang orang-orang sebut sebagai aksi protes, sebenarnya saya sebut sebagai serangan teror. Fakta bahwa itu muncul dari rumor media sosial, yang ternyata bohong, sedikit mengejutkan,” ungkapnya
Ia bertekad tidak akan mengubah rutinitasnya untuk saat ini, tetapi ia bersikap waspada.
“Saya tumbuh besar terbiasa menjadi sasaran, dilecehkan karena keyakinan agama saya, penampilan saya, dan cara saya berpakaian.
“Saya tidak akan gentar ketakutan tetapi saya memiliki firasat buruk di benak saya setiap kali saya keluar rumah. Apakah saya akan berada dalam bahaya?” ungkapnya.
Aksi protes yang disertai kekerasan dapat menimbulkan suasana yang tidak biasa, tetapi tidak selalu berupa kehancuran. Ketika kami mengunjungi Pusat Perbelanjaan Salford, di pinggiran Manchester, pada hari Selasa, suasananya sangat sepi untuk ukuran sore hari kerja, kantor dan toko disarankan untuk tutup lebih awal setelah laporan daring yang belum dikonfirmasi menyebutkan bahwa aksi protes akan terjadi pada hari itu juga. Hanya beberapa orang berlalu Lalang di daerah itu. Kepolisian menghentikan dan menggeledah beberapa pemuda bertopeng yang berkeliaran tetapi tidak melakukan protes.
Di selatan Manchester, situasinya sangat berbeda. Moss Side dihuni komunitas Muslim dari Asia, Timur Tengah, dan Afrika. Pada hari Selasa, restoran dan kafe dipenuhi pelanggan, banyak orang yang bekerja dan tinggal di daerah itu mengatakan bahwa mereka merasa terlindungi dan aman di tengah komunitas masing-masing. Namun, mereka mengikuti perkembangan peristiwa dengan kekhawatiran yang semakin meningkat.