Sinyal kuat bahwa Apple tengah menghadapi masa sulit juga terlihat dari keputusan perusahaan untuk mengurangi program buyback saham hingga US$10 miliar. Biasanya, Apple dikenal sebagai perusahaan yang agresif dalam mempertahankan bahkan meningkatkan buyback, sebagai cara memperkuat nilai saham di pasar.
Namun tahun ini berbeda. Apple hanya mengalokasikan US$100 miliar untuk buyback, lebih rendah dari US$110 miliar tahun sebelumnya. Menurut analis dari CFRA Research, Angelo Zino, langkah ini mengejutkan banyak pihak karena sangat tidak lazim dari pola historis Apple.
"Secara tradisional, Apple tidak pernah menurunkan buyback. Ini bisa jadi pertanda bahwa mereka tengah mengamankan likuiditas menghadapi ketidakpastian ekonomi," ungkap Zino kepada Reuters, Senin (5/5/2025).
Apple Mulai Tinggalkan China, Beralih ke India dan Amerika
Dalam panggilan dengan para analis, Tim Cook menekankan perubahan besar dalam strategi manufaktur Apple. Cook menyebut bahwa sebagian besar iPhone yang dijual di Amerika pada kuartal ini sudah mulai diproduksi di luar China, sebagai upaya mengurangi ketergantungan terhadap negara tersebut.
India menjadi pilihan utama. Apple mulai memindahkan sebagian besar rantai pasokannya ke India, yang dianggap lebih stabil dan strategis dalam jangka panjang. Di saat yang sama, Apple juga berencana meningkatkan produksi komponen penting seperti chip di dalam negeri, termasuk Texas, Arizona, dan Oregon.
Langkah diversifikasi ini dianggap penting untuk mengurangi risiko geopolitik. Cook bahkan secara blak-blakan menyebut bahwa mengandalkan satu lokasi produksi, seperti China, merupakan keputusan yang sangat berisiko dalam jangka panjang.
“Membangun semua produksi di satu tempat sangat rentan. Itulah sebabnya kami melihat India sebagai masa depan dalam rantai pasok global Apple,” tegasnya.