Lembaga survei memang sangat mudah digunakan sebagai kaki tangan dalam melancarkan aksi propaganda. Lembaga survei yang berkedokan nilai-nilai akademik membuat banyak orang, khususnya para pengamat, tidak memiliki keberanian untuk membantahnya. Mereka takut dituding anti-ilmu pengetahuan, tidak intelek, dan lain sebagainya. Tidak mengherankan jika ada sekian banyak lembaga survei yang leluasa melancarkan aksi propaganda sesuai pemesannya.
Artikel “Quick Count Ngawur: Di Arab Jokowi Raih 75 %, Prabowo Caplok 20 %” adalah contoh bagaimana hasil survei dijadikan sebagai alat kampanye pemenangan Jokowi. Setelah artikel itu ditayangkan di Kompasiana, banyak media yang menghapus beritanya atau mengganti judul dan isi beritanya dari quick count menjadi exit poll.
Tetapi, jika awak redaksinya sedfikit saja lebih paham, pastinya mengerti jika exit poll sulit dilakukan di luar negeri karena banyak dari WNI yang memilih dengan tidak mendatangi TPS tetapi megirimkan surat suara lewat pos. Bagaimana menggelar exit poll jika surat suara dikirim lewat pos?
Karenanya, sudah waktunya bagi bangsa Indonesia, khususnya warga Jabar untuk menutup diri pada rilis survei politik. Katakan tidak padanya.