Artikel “Quick Count Ngawur: Di Arab Jokowi Raih 75 %, Prabowo Caplok 20 %” adalah contoh bagaimana hasil survei dijadikan sebagai alat kampanye pemenangan Jokowi. Setelah artikel itu ditayangkan di Kompasiana, banyak media yang menghapus beritanya atau mengganti judul dan isi beritanya dari quick count menjadi exit poll.
Tetapi, jika awak redaksinya sedfikit saja lebih paham, pastinya mengerti jika exit poll sulit dilakukan di luar negeri karena banyak dari WNI yang memilih dengan tidak mendatangi TPS tetapi megirimkan surat suara lewat pos. Bagaimana menggelar exit poll jika surat suara dikirim lewat pos?
Karenanya, sudah waktunya bagi bangsa Indonesia, khususnya warga Jabar untuk menutup diri pada rilis survei politik. Katakan tidak padanya.
Kalau ada lembaga survei yang dalam rilisnya masih menempatkan Ridwan Kamil di puncak klasemen tingkat elektabilitas, sudah selayaknya warga Jabar menertawainya.
Dan, kalau pun nanti Metro TV menyampaikan hal-hal positif tentang Ridwan. Warga Jabar harus menangkap dari sudut yang berlawanan 180 derajat.
Masih ditempatkannya Ridwan di posisi teratas oleh lembaga survei dalam rilis-rilisnya sebenarnya tidak lebih dari strategi untuk mencoba menambal lubang pada lambung kapal Ridwan. Strategi ini mirip dengan yang digunakan untuk memenangkan Ahok dalam Pilgub DKI 2017 lalu. Strategi itu nampak jelas dengan mengamati tren tingkat elektabilitas Ahok yang terus meningkat.
Melihat situasi terakhir, sudah bisa dipastikan jika tingkat elektabilitas Ridwan bakal semakin jatuh. Lubang pada lambung kapal Ridwan Kamil terlalu besar. Dan, lubang besar ini akan dijadikan sasaran tembak oleh para pesaing Ridwan.
Melihat lubang besar yang begitu terbuka lebar, para pesaing Ridwan pun tidak memerlukan amunisi-amunisi berat untuk menenggelamkannya. Cukup dengan pistol air saja, Ridwan Kamil sudah bisa ditenggelamkan.
Menyerang Ridwan dengan memanfaatkan tragedi diterimanya pinangan Nasdem bukanlah kampanye hitam yang dilarang keras, tetapi merupakan kampanye negatif yang justru menjadi vitamin penyehat demokrasi.
Sebab, didukungnya Ridwan oleh Nasdem adalah fakta. Pengakuan Ridwan soal alasannya yang mau dipersunting Nasdem juga merupakan fakta. Sedangkan, fakta-fakta itu harus menjadi bahan pertimbangan bagi pemilih di Jabar dalam menentukan pilihannya. Karenanya, fakta-fakta tersebut harus diinformasikan kepada calon pemilih Jabar.
Karenanya tidak ada yang salah jika para pesaing Ridwan Kamil menggunakan fakta-fakta tersebut dalam kompetisi Pilgub Jabar 2018.
Fakta lain yang patut diketahui pemilih di Jabar adalah elektabilitas Ridwan Kamil saat ini tidak setinggi 2 tahun sebelumnya. Saat ini, Deddy Mizwar dan pasangannya, Dedi Mulyadi yang memuncaki klasemen sementara tingkat elektabilitas Pilgub Jabar 2018. Dan jika melihat trennya, pasangan duo D inilah yang bakal keluar sebagai pemenangnya.