Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Majelis Hakim untuk menjatuhkan hukuman delapan tahun penjara terhadap Helena Lim, seorang Crazy Rich yang terlibat dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022.
Tuduhan ini disampaikan JPU di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Kamis (5/12/2024). Lebih lanjut, JPU juga mendesak bos PT Quantum Skyline Exchange (QSE) untuk membayar denda sebesar Rp1 miliar atau subsider satu tahun penjara. Tidak berhenti di situ, tuntutan juga mencakup pembayaran uang pengganti senilai Rp210 miliar dalam waktu satu bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap.
Berdasarkan ketentuan tersebut, apabila terdakwa tidak membayar, maka harta bendanya akan disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti. Dalam hal terdakwa tidak memiliki harta benda yang cukup, maka akan diganti dengan pidana penjara selama empat tahun.
Perlu diketahui bahwa Helena diduga terlibat dalam menampung dana pengamanan yang dikumpulkan oleh Harvey Moeis, yang merupakan perpanjangan tangan dari PT Refined Bangka Tin. Dana tersebut dihimpun dari perusahaan smelter yang melakukan penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah, antara lain CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Internusa.
Harvey menyembunyikan pengumpulan dana pengamanan tersebut dengan memakai fasad dana corporate social responsibility (CSR) yang bernilai 500 hingga 750 USD per metrik ton. Dugaan korupsi ini diduga melibatkan Helena Lim dan menimbulkan dampak yang merugikan pada perekonomian dan keuangan negara.
Kontroversi dalam kasus ini juga mencuatkan peran pentingnya tindakan pencegahan korupsi dalam sektor industri tambang di Indonesia. Kejahatan korupsi ini tidak hanya merugikan perusahaan dan investor, tetapi juga merugikan masyarakat dan negara secara luas. Lebih lanjut, hal ini menunjukkan perlunya penegakan hukum yang tegas dan adil untuk memastikan tidak adanya celah bagi tindakan korupsi.