"Seharusnya, oknum polisi yang melakukan pelanggaran berat seperti ini diproses secara transparan dan dihukum seadil-adilnya sesuai dengan hukum pidana yang berlaku," ucapnya.
Tak hanya itu, Mikhael berpandangan jika hukuman ringan terhadap aparat penegak hukum yang terlibat kasus pembunuhan tidak akan membuat jera. Hukuman yang jauh dari kata adil itu justru dikhawatirkan melahirkan pembunuh-pembunuh baru di Tanah Air.
"Ada kenalan yang mengatakan 'kalau hukuman membunuh seorang seringan itu saya pun mau membunuh orang'. Ungkapan itu membuktikan kekecewaan masyarakat terhadap hukum yg tumpul ketika oknum kepolisian diadili," katanya.
Lebih dari itu, kata Mikhael, PMKRI menilai jika Pipit gagal menjamin keadilan bagi masyarakat dan justru lebih melindungi anggotanya yang bersalah. Dia mengingatkan bahwa tindakan Briptu AR adalah kejahatan serius, namun hingga kini proses hukum masih penuh kejanggalan dan cenderung berpihak pada pelaku.
"Kepercayaan publik terhadap kepolisian semakin tergerus ketika aparat yang seharusnya menjadi pelindung masyarakat justru mendapat perlakuan istimewa meskipun jelas melakukan pelanggaran berat," tegasnya.
Atas hal tersebut, PMKRI pun melayangkan lima tuntutan atas kasus tersebut. Kelima tuntutan PMKRI itu antara lain;
1. Kapolda Kalimantan Barat bertanggung jawab atas gagalnya penegakan hukum dan segera mengambil langkah konkret untuk memastikan transparansi dalam kasus ini.