Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) menempati peringkat pertama kasus perkawinan anak tertinggi di Indonesia. Angka ini menjadi perhatian serius bagi berbagai pihak, terutama karena dampaknya yang signifikan terhadap kesehatan dan kesejahteraan anak, termasuk tingginya angka stunting dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Sebagai respons terhadap situasi yang kritis ini, United Nations Children’s Fund (UNICEF) bekerja sama dengan pemerintah daerah melalui program Better Reproductive Health and Rights for All in Indonesia (Berani), yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan serta hak-hak reproduksi perempuan dan mencegah perkawinan anak melalui intervensi di tingkat desa.
Kondisi perkawinan anak di NTB sangat memprihatinkan. Data menunjukkan bahwa banyak anak perempuan menikah sebelum usia 18 tahun, yang berdampak negatif pada kualitas hidup mereka. Perkawinan dini memberikan dampak langsung terhadap pendidikan, kesehatan, dan masa depan anak perempuan. Ketika seorang anak perempuan menikah, seringkali ia harus mengorbankan pendidikannya, yang mengakibatkan proses pembelajaran dan perkembangan yang terhambat. Selain itu, ia berisiko lebih tinggi mengalami masalah kesehatan, termasuk komplikasi selama kehamilan dan persalinan yang dapat mengancam jiwa.
Program Berani yang diprakarsai oleh UNICEF bertujuan untuk mencegah perkawinan anak dengan melibatkan masyarakat secara langsung. Program ini berfokus pada penyuluhan dan pendidikan hak-hak reproduksi, serta kesehatan seksual dan reproduksi. Melalui kegiatan ini, masyarakat diajak untuk lebih memahami pentingnya pendidikan bagi anak-anak, terutama bagi perempuan, dan konsekuensi dari perkawinan anak. Selain itu, intervensi di tingkat desa ini juga berupaya menciptakan lingkungan yang lebih aman dan mendukung bagi anak-anak dan perempuan.