Laporan ini diinisiasi oleh Indonesia Police Watch (IPW) bersama sejumlah organisasi masyarakat lain. Mereka melaporkan dugaan korupsi yang menyeret Jampidsus Kejagung Febrie Adriansyah ke KPK pada 27 Mei 2024 lalu.
Dua Dugaan Korupsi yang Dilaporkan
Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso, menjelaskan bahwa Febrie diduga terlibat dalam dua kasus dugaan korupsi:
-
Pelaksanaan lelang barang rampasan benda sita korupsi berupa satu paket saham PT Gunung Bara Utama (GBU). Saham tersebut merupakan rampasan dari kasus korupsi asuransi PT Jiwasraya yang dilelang Pusat Pemulihan Aset (PPA) Kejagung pada 18 Juni 2023 dan dimenangkan oleh PT Indobara Putra Mandiri (IUM). Menurut Sugeng, PT IUM baru dibuat 10 hari sebelum penjelasan lelang dari Kejagung. Proses lelang yang berjalan diduga diwarnai dengan permufakatan jahat atau curang dan merugikan keuangan negara triliunan rupiah. Berdasarkan perhitungan IPW dan sejumlah organisasi masyarakat, nilai saham perusahaan batu bara di Kalimantan itu seharusnya Rp 12 triliun, namun dijual dengan harga Rp 1,945 triliun. Dengan demikian, negara diduga rugi hingga Rp 7 triliun. "Kejari Kubar (Kutai Barat) atau Kukar (Kutai Kartanegara) bahwa nilai yang disita itu sekitar Rp 10 triliun itu di tahun 2023,” ujar Sugeng.
-
Dugaan keterlibatan Febrie dalam pengelolaan batu bara terintegrasi untuk pasokan ke perusahaan listrik. Ronald menyebut dugaan korupsi dari pengadaan spesifikasi batu bara yang disuplai untuk pembangkit listrik tenaga uap. Dalam pemaparannya, Ronald menuduh Jampidsus Febrie Adriansyah diduga bertindak sebagai “intimidator” yang “mengamankan” kepentingan PT Oktasan Baruna Persada, PT Rizky Anugrah Pratama, dan PT Buana Rizky Armia yang menyuplai ke PLN EPI dengan spesifikasi 3.000 GAR (kalori) dari yang seharusnya 4.400 – 4.800 GAR. Dalam praktik ini, nilai kerugian negara disebut mencapai Rp 15 triliun per tahun pada 2023.