Situasi ini menjadi semakin krusial mengingat industri perhotelan formal di Jakarta saat ini sudah mengalami penurunan okupansi yang signifikan, sementara biaya operasional justru melonjak tajam. Banyak hotel resmi yang harus melakukan pengurangan jumlah karyawan hingga 10 hingga 30 persen sebagai langkah efisiensi demi menjaga kelangsungan usaha. Sementara itu, pelaku usaha ilegal justru bebas beroperasi tanpa terkena dampak regulasi yang sama, sehingga semakin memperparah tekanan yang dirasakan para pengusaha hotel.
PHRI menilai pemerintah perlu bertindak cepat dengan melakukan penertiban dan pengawasan ketat terhadap apartemen dan kos-kosan yang disewakan harian tanpa izin tersebut. Penertiban ini penting bukan hanya demi menjaga persaingan usaha yang sehat, tetapi juga untuk memastikan kualitas layanan dan keselamatan konsumen tetap terjamin.
“Jika mereka ingin tetap menjalankan bisnis, harus memenuhi semua persyaratan yang berlaku, termasuk izin resmi dan pembayaran pajak, agar persaingan bisnis menjadi adil dan berkelanjutan,” tambah Sutrisno.
Dari perspektif yang lebih luas, keberadaan akomodasi ilegal yang dibiarkan beroperasi tanpa pengawasan juga berpotensi merusak citra pariwisata Jakarta. Industri perhotelan resmi selama ini merupakan salah satu kontributor utama bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD) DKI Jakarta, dengan sumbangan mencapai 13 persen. Selain itu, sektor ini juga menjadi sumber lapangan kerja bagi ratusan ribu tenaga kerja di ibu kota.