2. Mengawasi Kinerja Pemerintah
Oposisi menjadi pengawas dalam proses kerja pemerintahan, termasuk dalam pengelolaan anggaran, transparansi, dan akuntabilitas. Mereka bisa mengajukan hak interpelasi atau angket untuk meminta penjelasan pemerintah atas kebijakan tertentu. Hal ini mencegah terjadinya korupsi atau tindakan tidak etis dalam pemerintahan.
3. Mewakili Suara Minoritas dan Kelompok Tertinggal
Dalam sistem demokrasi, tidak semua suara bisa diakomodasi oleh pemerintahan. Di sinilah peran oposisi untuk menjadi suara bagi mereka yang tidak terwakili. Tim oposisi dapat menyuarakan masalah buruh, petani, mahasiswa, atau masyarakat adat yang mungkin tidak menjadi prioritas pemerintah.
4. Memberikan Alternatif Solusi dan Kebijakan
Oposisi bukan hanya mengkritik, tetapi juga harus menawarkan alternatif kebijakan. Hal ini menunjukkan bahwa mereka memiliki kapasitas untuk memimpin jika mendapat mandat dari rakyat. Oposisi yang konstruktif akan menjadi “pemerintah bayangan” (shadow cabinet), siap menggantikan posisi pemerintahan jika terjadi pergantian kekuasaan.
Sistem Oposisi di Berbagai Negara
Parlementer (seperti Inggris, Malaysia)
Dalam sistem parlementer, oposisi lebih terstruktur. Terdapat “official opposition” yang secara formal ditunjuk dan memiliki “shadow ministers” yang membayangi kinerja menteri pemerintah. Tujuannya agar ada pengawasan langsung di tiap bidang.
Presidensial (seperti Indonesia, AS)
Dalam sistem presidensial, oposisi biasanya berbentuk partai-partai yang tidak masuk dalam koalisi pemerintah. Mereka tetap bisa bersuara di DPR/MPR, terutama dalam pembahasan undang-undang, anggaran, dan pengawasan eksekutif.
Tantangan yang Dihadapi Tim Oposisi