Forum aktivis Cik Di Tiro menggelar aksi simbolik di Universitas 'Aisyiyah Yogyakarta (Unisa), Gamping, Sleman yang menjadi lokasi rapat pleno PP Muhammadiyah, Sabtu (27/7) siang. Aksi tersebut dilakukan sebagai bentuk desakan agar PP Muhammadiyah menolak tawaran pengelolaan tambang dari pemerintah.
Lokasi aksi, Convention Hall Masjid Walidah sebelah utara kampus, PP Muhammadiyah bersama pengurus wilayah se-Indonesia membahas penawaran pemerintah terkait izin tambang langsung melalui rapat pleno. Massa aktivis Cik Di Tiro membawa dua spanduk dan sejumlah poster sebagai bentuk protes mereka.
Salah satu spanduk yang dibawa massa aktivis mengandung sindiran untuk PP Muhammadiyah dan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dengan tulisan 'Dipisahkan Qunut, Disatukan Tambang'. Sindiran ini merujuk pada perbedaan dalam pelaksanaan ibadah salat Subuh antara Muhammadiyah dan NU, serta keputusan masing-masing organisasi terkait izin pengelolaan tambang.
Doa qunut menjadi salah satu perbedaan Muhammadiyah dan NU dalam melaksanakan ibadah salat Subuh. Warga NU melantunkan doa qunut, sementara Muhammadiyah tidak melakukannya. Sementara PBNU telah lebih dulu menerima izin pengelolaan tambang, PP Muhammadiyah akan mengumumkannya secara resmi lewat pleno.
Inisiator Forum Cik Di Tiro, Masduki menjelaskan bahwa aksi simbolik ini dilakukan untuk mendesak agar PP Muhammadiyah menolak tawaran pengelolaan tambang dari pemerintah. Ia menegaskan bahwa Muhammadiyah seharusnya menjaga kewarasan, akal sehat, dan berpihak pada kepentingan warga negara sebagai organisasi yang mengontrol negara dan pemerintah.