Perry Warjiyo menjelaskan bahwa kenaikan suku bunga ini dilakukan untuk memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah dari dampak risiko global yang memburuk, sekaligus sebagai langkah pencegahan untuk memastikan inflasi tetap dalam sasaran 2,5±1 persen pada 2024 dan 2025. Meskipun awalnya diharapkan dapat mendukung pertumbuhan ekonomi dengan penurunan suku bunga, BI memilih untuk mengabaikan pertumbuhan ekonomi demi menjaga stabilitas nilai tukar rupiah akibat anjloknya nilai tukar rupiah.
Keputusan ini berbeda dengan kebijakan bank sentral di berbagai negara lainnya. Di Amerika Serikat, Bank Sentral The Federal Reserve disebutkan akan menurunkan suku bunga pada kuartal ketiga tahun ini, meskipun inflasi masih bergejolak. Sementara di Eropa, Bank Sentral Eropa bahkan akan segera menurunkan tingkat suku bunga acuannya setelah tingkat inflasi di kawasan Eropa terkendali.
Bahkan, negara berkembang seperti Brazil dan Argentina, yang rentan terhadap gejolak pasar, tetap berani menurunkan tingkat suku bunga acuan setidaknya sebesar 50 basis poin pada bulan April. Dengan keputusan yang terbilang bertolak belakang dengan kebijakan bank sentral di negara-negara tersebut, Indonesia harus siap menghadapi dampak dari perubahan suku bunga ini terhadap perekonomian dalam negeri.