Bahlil merinci bahwa penambahan pembangkit hijau sebesar 42,6 GW tersebut akan dibagi dalam dua tahap, masing-masing berdurasi lima tahun. Tahap pertama, yang mencakup periode 2025-2029, akan menargetkan penambahan sebesar 12,2 GW dari EBT. Sementara itu, pada periode 2030-2034, porsi penambahan EBT akan melonjak signifikan menjadi 30,4 GW.
Secara perinci, jenis-jenis pembangkit EBT yang akan dikembangkan mencakup: energi surya sebesar 17,1 GW, air (PLTA/PLTM) 11,7 GW, angin (PLTB) 7,2 GW, panas bumi (PLTP) 5,2 GW, bioenergi (PLTBio) 0,9 GW, serta yang menarik, nuklir sebesar 0,5 GW. Ini menandai langkah awal yang konkret dalam mempertimbangkan energi nuklir sebagai bagian dari bauran energi bersih Indonesia.
Sementara itu, untuk kapasitas storage, RUPTL merencanakan penambahan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) pumped storage sebesar 6 GW dan baterai sebesar 4,3 GW. Teknologi storage ini krusial untuk menjaga stabilitas sistem kelistrikan dengan porsi EBT yang semakin besar.
Menurut Bahlil, RUPTL ini juga telah menetapkan lokasi-lokasi pembangunan pembangkit di seluruh wilayah Indonesia, mempertimbangkan potensi sumber daya dan kebutuhan masing-masing daerah.
Di wilayah Sumatera, pembangkit EBT akan bertambah 9,5 GW, yang terdiri dari PLTA atau PLTM, PLTP, PLTBio, bahkan PLTN, dan PLTS. Pada wilayah Kalimantan, pembangkit EBT akan dibangun sebesar 3,5 GW, mencakup PLTB, PLTA atau PLTM, PLTBio, PLTN, dan PLTS.