Tampang.com | Kasus akuisisi raksasa baja Amerika Serikat, US Steel, oleh perusahaan asing telah memicu perdebatan sengit dan intervensi langsung dari pemerintah AS. Hal ini bukan semata karena nilai transaksinya, melainkan karena makna strategis industri baja bagi keamanan nasional. Di tengah arus deras liberalisasi ekonomi global, Amerika Serikat menunjukkan bahwa negara tetap memiliki hak veto ketika industri strategis dipertaruhkan. Pertanyaannya, bagaimana dengan Indonesia dalam menghadapi dinamika serupa?
US Steel, perusahaan yang berdiri sejak 1901 dan pernah menjadi simbol supremasi manufaktur AS, secara resmi menerima tawaran akuisisi senilai 14,9 miliar dollar AS dari Nippon Steel asal Jepang pada akhir 2023. Namun, alih-alih berjalan mulus, rencana tersebut justru memicu reaksi keras dari dua tokoh politik utama AS, Presiden Joe Biden dan Donald Trump. Kedua kutub politik yang berbeda ini kali ini kompak menolak akuisisi tersebut.
Presiden Biden secara eksplisit menyebut industri baja domestik sebagai bagian dari "prioritas keamanan nasional." Sementara itu, Donald Trump bahkan berjanji akan memblokir akuisisi itu jika kembali terpilih, janji yang kemudian ia penuhi usai dilantik pada Januari 2025. Trump kemudian mengaktifkan Committee on Foreign Investment in the United States (CFIUS) untuk meninjau ulang transaksi ini, mempertegas posisi negara sebagai pengendali atas aset industri vital.