Namun, untuk menjalankan peran strategis ini secara efektif, menurut Widodo, BUMN tidak bisa disamakan dengan perusahaan swasta yang semata-mata berorientasi laba. Pemerintah harus menempatkan mereka sebagai pelaksana kebijakan industrialisasi, bukan hanya pencetak laba jangka pendek. Widodo mengusulkan Indonesia mengembangkan mekanisme pengawasan investasi asing yang tidak hanya berbasis kuantitatif, tetapi juga mempertimbangkan aspek strategis secara komprehensif.
Mekanisme tersebut, meski tidak harus meniru mentah-mentah model CFIUS, dapat dirancang sesuai kebutuhan nasional dengan koordinasi lintas kementerian. “Evaluasi atas investasi strategis harus memadukan aspek intelijen, geopolitik, teknologi, hingga lingkungan,” ungkapnya.
Kasus US Steel menunjukkan bahwa liberalisasi ekonomi memiliki batas. Ketika kepemilikan industri menyangkut pertahanan, rantai pasok, atau kemandirian nasional, negara bukan hanya boleh campur tangan tetapi wajib hadir dan mengambil peran aktif. “Bagi Indonesia, ini bukan soal menolak asing, tetapi menempatkan kendali nasional sebagai prioritas dalam sektor-sektor yang berdampak sistemik. Negara tetap panglima, bukan sekadar regulator,” tutup Widodo, menegaskan pentingnya kedaulatan ekonomi.