Jakarta, Indonesia – Bank Indonesia (BI) terus berupaya mendorong pertumbuhan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di Indonesia. Hal ini didasari oleh fakta bahwa pangsa pasar KPR terhadap total kredit nasional masih relatif rendah, sehingga ruang untuk pertumbuhan dinilai masih terbuka lebar. Per Maret 2025, pangsa pasar KPR hanya mencapai 10,16 persen dari total kredit. Selain itu, rasio KPR terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia masih relatif rendah, yakni 5,08 persen pada 2023, jauh di bawah negara lain seperti India (10,09 persen) dan Thailand (15,16 persen).
Asisten Gubernur BI sekaligus Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial BI, Solikin M Juhro, menyatakan bahwa sebagai bank sentral, BI mendukung pertumbuhan KPR melalui kebijakan makroprudensial. Salah satunya adalah melalui penerapan insentif Kebijakan Likuiditas Makroprudensial (KLM) untuk sektor properti.
Pada 1 April 2025 lalu, BI telah meningkatkan besaran insentif KLM dari maksimal 4 persen menjadi maksimal 5 persen dari Dana Pihak Ketiga (DPK), dengan fokus kenaikan insentif difokuskan untuk sektor perumahan. "Per 1 April 2025, BI telah melakukan penguatan kembali atas Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial, yakni dengan meningkatkan besaran insentif," ujarnya kepada Kompas.com beberapa waktu lalu.
Insentif KLM ini tidak hanya diberikan kepada sektor properti seperti real estate, perumahan rakyat, dan konstruksi, tetapi juga disalurkan kepada sektor-sektor prioritas lainnya seperti pertanian, perdagangan dan manufaktur, transportasi, pergudangan, pariwisata dan ekonomi kreatif, serta UMKM, Ultra Mikro, dan hijau.