Tanggal 11 dan 13 November 1998, dikenal sebagai Semanggi I dan II, adalah dua peristiwa penting dalam sejarah mahasiswa Indonesia yang tak bisa dilupakan. Di tengah suasana reformasi yang melanda tanah air, mahasiswa berkumpul di kawasan Semanggi, Jakarta, untuk menyuarakan aspirasi perubahan dan tuntutan demokratik. Saat itu, suara mahasiswa menjadi kekuatan utama dalam mendorong reformasi yang diharapkan mampu menyelamatkan bangsa dari keadaan yang terpuruk.
Peristiwa ini terjadi pada fase transisi politik Indonesia pasca-reformasi, di mana gerakan mahasiswa memainkan peran vital dalam menentang rezim Orde Baru. Ketidakpuasan terhadap pemerintahan yang otoriter dan korup memicu gelombang aksi demonstrasi di seluruh Indonesia, dan Semanggi menjadi simbol dari semangat pergerakan ini. Mahasiswa menjadi garda terdepan dalam menyuarakan kritik terhadap kebijakan pemerintah dan menyuarakan harapan untuk Indonesia yang lebih baik.
Pada Semanggi I, mahasiswa yang berdemo menghadapi tindakan kekerasan dari aparat keamanan. Tren ini berlanjut pada Semanggi II, di mana demonstrasi berlanjut dengan semangat yang sama tetapi dengan semakin meningkatnya ketegangan. Dalam kedua peristiwa ini, sejumlah mahasiswa tewas dan terluka akibat peluru yang ditembakkan oleh aparat. Hal ini semakin menambah kepedihan dalam sejarah gerakan mahasiswa Indonesia dan menjadi pengingat akan harga yang harus dibayar dalam memperjuangkan hak-hak demokrasi dan keadilan.