Ketika berbicara tentang angin, pikiran kita mungkin langsung tertuju pada angin kencang yang terjadi saat badai atau hembusan sejuk yang biasa dirasakan di pantai. Namun, di balik fenomena cuaca yang besar, ada angin-angin lokal yang sering kali luput dari perhatian. Angin-angin ini terbentuk akibat perbedaan tekanan, suhu, dan kondisi topografi di suatu wilayah kecil, dan dampaknya bisa sangat signifikan bagi kehidupan masyarakat di sekitarnya. Mengenal jenis-jenis angin lokal ini membuka wawasan tentang betapa kompleksnya sistem iklim di tingkat mikro.
Angin Foehn: Panas Kering dari Lereng Gunung
Salah satu angin lokal yang paling terkenal adalah angin Foehn, atau dikenal juga dengan sebutan angin jatuh. Angin ini adalah angin kering dan panas yang turun dari lereng pegunungan. Prosesnya dimulai ketika udara basah naik ke salah satu sisi gunung, mendingin, dan uap air di dalamnya mengembun menjadi awan dan hujan. Setelah melewati puncak, udara yang sudah kehilangan sebagian besar kelembapannya ini mulai turun di sisi lereng yang lain.
Saat turun, udara ini mengalami kompresi dan pemanasan secara adiabatik, artinya suhunya naik tanpa ada sumber panas eksternal. Hasilnya, angin yang sampai di kaki gunung menjadi sangat kering dan panas. Di Indonesia, angin Foehn punya nama-nama lokalnya sendiri. Contohnya, angin Gending di Probolinggo dan angin Bahorok di Sumatra Utara. Angin ini bisa memicu kekeringan, merusak tanaman, dan bahkan meningkatkan risiko kebakaran hutan di wilayah yang terdampak.