Pemberian kredit bank kepada perusahaan seringkali menjadi pintu masuk bagi praktek-praktek korupsi, terutama jika tidak diawasi secara ketat. Kasus PT Sritex ini memberikan gambaran bahwa dalam dunia bisnis, terutama yang melibatkan pinjaman, perlu ada pengawasan yang lebih ketat dari pihak berwenang. Corruption Perceptions Index (CPI) menunjukkan bahwa Indonesia masih menghadapi tantangan serius dalam pemberantasan korupsi, dan kasus ini semakin menegaskan perlunya langkah-langkah konkret.
Adanya penangkapan Iwan Lukminto oleh Kejagung tidak hanya menjadi sorotan media, tetapi juga menggugah perhatian publik tentang transparansi dalam pengelolaan keuangan perusahaan. Dalam konteks ini, perusahaan kaum corporate governance dituntut untuk menerapkan prinsip-prinsip tata kelola yang baik, agar tidak terjerumus ke dalam praktik korupsi yang merugikan masyarakat.
Hasil pemeriksaan di Kejagung diharapkan dapat mengungkap lebih jauh mengenai modus operandi yang digunakan dalam kasus dugaan korupsi ini, serta sejauh mana keterlibatan Iwan Lukminto dan pihak-pihak lain yang terlibat. Kejagung sendiri telah menegaskan bahwa mereka akan menindak tegas semua pihak yang terlibat dalam kasus korupsi, tanpa terkecuali, termasuk para pejabat perusahaan yang diduga terlibat aktif dalam pengambilan keputusan yang merugikan.
Sementara itu, PT Sritex sebagai perusahaan yang terlibat dalam kasus ini masih harus menghadapi dampak dari penangkapan ini, baik dari sisi reputasi maupun operasional perusahaan. Sebagai salah satu pemain utama di industri tekstil, perusahaan ini tak hanya dipandang dari sisi profit, tetapi juga dari kontribusinya terhadap perekonomian dan tenaga kerja di Indonesia.