Masih tentang investigasi Allan Nairn yang dipublikasikannya dalam Trump's Indonesian Allies in Bed with ISIS-Backed Militia Seeking to Oust Elected President”. Nairn menglaim laporan yang dipublikasikannya tersebut bersumber dari informasi yang diberikan oleh komunitas intelijen dan Istana.
Salah satu isu yang dibeberkan Nairn dalam laporannya adalah keterlibatan sejumlah jenderal dalam rencana makar terhadap Presiden Jokowi. Bukan hanya itu, wartawan senoior asal Amerika serikat itu pun menyinggung keterlibatan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo sebagai pendukung rencana makar.
Menanggapi laporan Nairn yang disadur oleh Tirto.id dengan judul “Investigasi Allan Nairn: Ahok Hanyalah Dalih untuk Makar” tersebut, Kapuspen TNI Mayjen Wuryanto membatahnya.
"Jadi mengenai tulisan Allan Nairn, saya menyatakan yang berkaitan dengan TNI itu hoax," kata Kapuspen TNI Mayjen Wuryanto dalam perbincangan dengan detik.com, Jumat (21/4/2017).
Masalahnya, bukan saja pada kebenaran laporan yang dipublikasikan oleh Nairn, tetapi juga pada klaim Nairn yang mengaku mendapat informasi dari komunitas intelijen dan “orang dalam” Istana.
Nairn mengaku ada tujuh staf intelijen/militer aktif dan pensiunan yang mengungkapkan bahwa SBY menyumbang untuk aksi protes FPI, tetapi menyalurkannya secara tidak langsung. Salah satu informan yang disebut dalam laporannya adalah Laksamana (Purn) Soleman B. Ponto—bukan pendukung gerakan makar—mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS) dan penasihat aktif Badan Intelijen Negara (BIN). "SBY menyalurkan bantuannya lewat masjid dan sekolah," kata Soleman.
Menurut Soleman, hampir semua pensiunan tentara dan sebagian tokoh militer mendukung tindakan SBY tersebut. Soleman mengaku mengetahui hal ini karena—selain keterlibatannya di dunia intelijen—jenderal-jenderal pro makar adalah rekan dan kawan-kawannya, banyak di antara mereka berhimpun dalam grup WhatsApp "The Old Soldier".
Masih menurut Soleman, para pendukung gerakan makar di kalangan militer menganggap Ahok cuma pintu masuk, gula-gula rasa agama buat menarik massa.
"Sasaran mereka yang sebenarnya adalah Jokowi," katanya.
Soleman pun menjelaskan, militer tidak akan melancarkan serangan langsung militer ke Istana Negara, melainkan "kudeta lewat hukum", mirip-mirip kebangkitan rakyat yang menggulingkan Soeharto pada 1998. Hanya, kali ini publik tidak berada di pihak pemberontak—dan tentara nasional Indonesia, alih-alih melindungi Presiden, lebih senang ikut menggerogotinya.
"Makar ini bakal kelihatan seperti pertunjukan People Power," ujar Soleman. "Tetapi karena semuanya sudah ada yang mengongkosi, militer tinggal tidur," dan presiden sudah terjengkang saat mereka bangun.
Skenario lain: Aksi-aksi protes yang dipimpin FPI bakal menggelembung kelewat besar, membikin Jakarta dan kota-kota lain kacau-balau, lalu militer datang dan menguasai segalanya atas nama menyelamatkan negara.
Sebenarnya yang disebut Soleman dalam investigasi bukan barang baru. Sebelumnya sjumlah artikel sudah menuliskannya. Di antaranya “Soal Makar, Kapolri dan Menhan Sama-sama Benar” yang ditayangkan pada 26 November 2016
Dalam artikel tersebut dituliskan, “Di mana-mana dan dari waktu ke waktu makar itu tidak gampang. Ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi. Tanpa dipenuhinya syarat-syarat itu kedeta atau makar hanyalah omong kosong belaka.
Syarat pertama, adanya momentum. Kalau pada isu-isu kudeta sebelumnya momentum itu tidak ada, kali ini momentumnya sudah ada. Bukan hanya sudah ada, tetapi juga sudah matang. Kalau disamakan dengan masa 1965-an, bisa dibilang “Ibu Pertiwi sudah hamil tua”.