Kita lazimnya mengenal terdapat 52 minggu dan satu hari tambahan dalam tahun biasa. Dalam tahun kabisat, yang terjadi hampir setiap empat tahun, terdapat 52 minggu dan dua hari tambahan.
Namun tahukah Anda cerita di balik mengapa satu tahun diisi oleh 52 minggu tersebut? Kisah tentang bagaimana kita sampai pada aturan pencatatan waktu ini cukup rumit. Metode pencatatan waktu awal sudah ada sejak 11.000 tahun yang lalu. Susunan batu Aborigin Australia menunjukkan, orang-orang yang membangunnya menggunakan pola matahari untuk melacak perjalanan waktu.
Menurut Demetrios Matsakis, mantan kepala ilmuwan di Department of Time Services of the United States Naval Observatory dan sekarang kepala ilmuwan di Masterclock, Inc., "Pendorong terbesar (untuk mencatat waktu) mungkin adalah agama. Bangsa Mesir, Sumeria, dan bangsa lainnya perlu melafalkan doa-doa tertentu pada waktu-waktu tertentu dalam sehari dan malam."
Sejak saat itu, berbagai budaya telah menggunakan posisi matahari dan bulan untuk mencatat perjalanan waktu. Beberapa kalender hanya didasarkan pada matahari atau bulan dan yang lainnya telah mencoba menggabungkan keduanya.
Menurut Matsakis, "Matahari jauh lebih baik (sebagai alat untuk menghitung waktu) karena orbit bulan sangat tidak teratur akibat interaksi antara medan gravitasi Bumi dan matahari."