Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) telah mengungkapkan sebuah kasus korupsi besar yang melibatkan tujuh tersangka di PT Pertamina yang diduga merugikan negara hingga Rp 193,7 triliun. Pengumuman ini dilaksanakan oleh Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Abdul Qohar, dalam konferensi pers pada Selasa, 25 Februari 2025.
Kasus ini berawal dari penerapan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 42 Tahun 2018. Aturan tersebut mewajibkan PT Pertamina untuk mengutamakan pasokan minyak mentah dari sumber dalam negeri, serta menyangkut kontrakter yang juga harus berasal dari domestik. Namun, dalam proses penyidikan, Kejagung menemukan banyak pelanggaran yang dilakukan oleh tersangka RS, SDS, dan AP. Mereka diduga mengondisikan rapat optimalisasi hilir yang dijadikan dasar untuk mengurangi produksi kilang.
Akibat tindakan tersebut, produksi minyak dalam negeri menjadi tidak optimal dan terpaksa harus dipenuhi melalui impor. Salah satu masalah yang dihadapi adalah perbedaan harga yang besar antara minyak mentah impor dan yang diproduksi di dalam negeri. Menurut Qohar, perbandingan harga ini menunjukkan adanya kerugian yang sangat signifikan bagi negara. "Harga pembelian impor jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan harga minyak bumi domestik," jelasnya.