2. Model Bisnis yang Tak Fleksibel: Lawson hadir dengan identitas khas Jepang, namun mungkin terlalu "premium" bagi konsumen lokal yang lebih pragmatis dan sangat memperhatikan harga.
3. Lokasi dan Target Market yang Kurang Tepat: Banyak gerai Lawson yang berada dalam lokasi yang kurang strategis, seperti konsep store-in-store, yang jelas mempengaruhi volume kunjungan dan total omzet.
4. Kurangnya Diferensiasi Nyata: Meski mengusung tema Jepang, banyak produk yang ditawarkan Lawson sebenarnya tidak jauh berbeda dengan yang dijual oleh pesaing lokal, sehingga kurang memberikan daya tarik tersendiri.
Kisah Lawson di Indonesia menjadi pelajaran berharga bagi para pelaku bisnis bahwa merek yang kuat sekalipun dapat mengalami kesulitan jika tidak beradaptasi dengan baik terhadap kondisi pasar lokal. Tidak semua hal yang sukses di negara asal dapat diterima dengan baik di pasar lain, terutama di negara dengan dinamika ritel yang cepat berubah seperti Indonesia.