Menyimpan uang di rekening bank sering dianggap sebagai langkah bijak, bukti seseorang pandai menabung. Memang betul, bank menawarkan keamanan dan kemudahan akses. Namun, dalam konteks pertumbuhan aset dan daya beli, menimbun seluruh dana di rekening bank jangka panjang ternyata bisa jadi strategi yang kurang optimal. Ada beberapa alasan kuat mengapa menjaga terlalu banyak uang "diam" di bank, melebihi kebutuhan sehari-hari atau dana darurat, justru kurang menguntungkan.
Inflasi Menggerogoti Nilai Uang
Musuh utama uang yang disimpan terlalu lama di rekening bank adalah inflasi. Inflasi adalah kenaikan harga barang dan jasa dari waktu ke waktu, yang secara otomatis mengurangi daya beli uang. Bank memang memberikan bunga tabungan, tetapi besaran bunga ini umumnya sangat kecil, seringkali bahkan tidak mampu mengimbangi laju inflasi.
Ambil contoh sederhana. Jika inflasi per tahun mencapai 3-4% sementara bunga tabungan bank hanya 0,5% atau 1%, nilai riil uang yang disimpan sebenarnya terus berkurang. Uang Rp1 juta di bank saat ini, lima tahun lagi mungkin hanya memiliki daya beli setara Rp800 ribu di masa sekarang. Ini seperti uang yang terus "menyusut" secara perlahan tanpa disadari. Tujuan menabung adalah untuk mengamankan nilai aset dan bahkan meningkatkannya, namun menimbun uang di rekening bank justru bisa menjauhkan dari tujuan tersebut.
Potensi Pertumbuhan yang Hilang
Uang yang "tidur" di rekening bank kehilangan potensi untuk tumbuh dan berkembang. Setiap rupiah yang tidak diinvestasikan adalah kesempatan yang terlewat untuk menghasilkan lebih banyak uang. Ada berbagai instrumen investasi yang, meskipun memiliki risiko, menawarkan imbal hasil jauh lebih tinggi dibanding bunga tabungan.