Tampang

Harga Gabah Tunggal dan Tantangan Regulasi Pangan yang Berkepanjangan

13 Mei 2025 21:47 wib. 28
0 0
Harga Gabah Tunggal dan Tantangan Regulasi Pangan yang Berkepanjangan

Dalam konteks pembuatan kebijakan publik, mencabut atau mengubah suatu regulasi sering kali dianggap sebagai hal yang mudah. Namun, tantangan sebenarnya terletak pada kemampuan untuk menciptakan regulasi yang solid, berkelanjutan, dan dapat memenuhi kebutuhan nyata masyarakat. Kebutuhan ini memerlukan keterampilan berpikir yang matang, empati terhadap kondisi sosial, dan konsistensi dalam menjalankan hukum dari para perumus kebijakan.

Regulasi lebih dari sekadar sekumpulan bab, pasal, dan ayat; ia mencerminkan niat dan kemampuan pemerintah dalam menangani permasalahan yang dihadapi rakyat. Dalam kerangka tata kelola pemerintahan, regulasi didefinisikan sebagai seperangkat hukum yang dibuat untuk mengatur berbagai aktivitas, baik dalam sektor ekonomi, sosial, maupun politik. Selain untuk merapikan keadaan, regulasi juga bertujuan untuk memberikan perlindungan. Di sektor pangan, misalnya, regulasi tidak hanya berdampak pada kehidupan petani, tetapi juga pengusaha, konsumen, dan stabilitas negara secara keseluruhan. Oleh karena itu, pengesahan regulasi pangan harus dilakukan dengan hati-hati dan bukan secara sembarangan.

Belakangan ini, publik semakin menyoroti perubahan regulasi mengenai harga pembelian gabah dan beras yang dikeluarkan oleh pemerintah. Ketidakpastian mulai muncul setelah dikeluarkannya Peraturan Kepala Badan Pangan Nasional (Perkabadan) Nomor 2 Tahun 2025, yang ditandatangani pada awal Januari, kemudian mengalami revisi melalui Keputusan Kepala Bapanas Nomor 14 Tahun 2025 hanya dalam waktu kurang dari satu bulan. Situasi ini memicu kegaduhan dan pertanyaan di antara para petani, pelaku pasar, dan pengamat kebijakan publik.

Mengapa regulasi yang sangat penting bagi kesejahteraan petani dapat dicabut begitu cepat? Apakah ada kesalahan dalam proses penyusunannya? Atau apakah ketidaksiapan dalam memprediksi dampaknya di lapangan menjadi penyebab utama? Pertanyaan-pertanyaan tersebut membawa kita pada isu yang lebih besar berkaitan dengan kualitas proses legislasi di tingkat kementerian dan badan terkait.

Sering kali, partisipasi publik dan kajian akademis dalam proses penyusunan regulasi masih sangat diperlukan. Lampiran Perkabadan Nomor 2/2025 yang menetapkan syarat kadar air dan kadar hampa gabah menciptakan kekhawatiran tersendiri bagi petani. Mereka takut hasil panen mereka tidak akan dibeli di atas Rp6.500 per kilogram hanya karena tidak memenuhi spesifikasi yang ditetapkan. Mengingat kondisi alam dan infrastruktur pengeringan di desa-desa yang kerap kali tidak memadai, ketentuan ini dipandang tidak adil.

<123>

#HOT

0 Komentar

Belum ada komentar di artikel ini, jadilah yang pertama untuk memberikan komentar.

BERITA TERKAIT

BACA BERITA LAINNYA

Ilustrasi Kepribadian
0 Suka, 0 Komentar, 12 Jul 2024
Menjaga Hidung Supaya Tetap Sehat
0 Suka, 0 Komentar, 18 Apr 2024

POLLING

Dampak PPN 12% ke Rakyat, Positif atau Negatif?