Cari Konfirmasi dari Lembaga Resmi: Untuk isu-isu sensitif seperti kesehatan, bencana alam, atau kebijakan pemerintah, selalu cari konfirmasi dari lembaga resmi terkait (misalnya Kementerian Kesehatan, BNPB, atau lembaga pemerintah lainnya). Hoaks sering beredar ketika terjadi kekosongan informasi resmi.
4. Jangan Mudah Terpancing Emosi dan Pertimbangkan Motif Penyebar
Hoaks dirancang untuk memicu reaksi emosional seperti marah, takut, sedih, atau senang berlebihan. Ketika melihat informasi yang memancing emosi kuat, hentikan sejenak dorongan untuk langsung percaya atau menyebarkan. Ambil napas dalam-dalam dan gunakan logika.
Pertanyakan Motif: Mengapa informasi ini disebarkan? Siapa yang diuntungkan dari penyebaran ini? Apakah tujuannya untuk menjatuhkan pihak tertentu, menciptakan kekacauan, atau memancing sentimen negatif? Memahami motif di balik hoaks dapat membantu mengenali keberadaannya.
5. Laporkan Jika Terbukti Hoaks
Jika setelah melalui proses verifikasi, ditemukan bahwa informasi tersebut adalah hoaks, jangan biarkan berhenti di diri sendiri. Laporkan hoaks tersebut ke platform tempat informasi itu tersebar (misalnya, fitur laporan di media sosial) atau ke lembaga yang berwenang, seperti Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) di Indonesia. Dengan melaporkan, kita turut berkontribusi dalam membersihkan ruang digital dari informasi menyesatkan.
Membangun kekebalan terhadap hoaks adalah proses berkelanjutan. Dalam dunia yang terus berubah, menjadi konsumen informasi yang cerdas dan kritis bukan lagi pilihan, melainkan keharusan untuk melindungi diri sendiri, komunitas, dan tatanan sosial dari dampak negatif informasi palsu.