Bahlil menegaskan bahwa kesengajaan itu terlihat jelas. Ia menjelaskan kepada publik, “Saya percaya, demi Allah, ini ada unsur kesengajaan, by design,” menegaskan dugaan konspirasi antara pejabat dan pelaku usaha yang berusaha mengendalikan kondisi ini untuk keuntungan pribadi.
Bahlil kemudian menelusuri kapasitas produksi minyak Indonesia, dan menemukan fakta mengejutkan: Indonesia memiliki hampir 40.000 sumur minyak, namun hanya sekitar 20.000 sumur yang masih produktif. Seluruh situasi ini menjadi semakin membingungkan dan memperkuat dugaannya akan adanya masalah mendasar di sektor migas nasional.
Mengapa Indonesia tetap mengimpor BBM? PT Pertamina (Persero) menjelaskan bahwa banyak kilang minyak yang ada di Indonesia kini sudah berumur tua dan tidak efisien. Sejak lama, tidak ada tambahan pembangunan kilang baru di dalam negeri, menyebabkan banyak minyak mentah dari sumur-sumur yang ada tidak dapat diolah dengan efektif.
Akibatnya, Pertamina hanya mampu mengolah sekitar 3 persen dari total jenis minyak mentah dunia. Itu berarti, sebagian besar kebutuhan BBM harus dipenuhi melalui impor, terutama dari Singapura. Meski Singapura tidak memiliki ladang minyak, negara ini menjadi salah satu produsen minyak terbesar karena memiliki banyak kilang yang memiliki kapasitas tinggi.
Singapura memiliki kapasitas kilang sebesar 1,4 juta barel per hari, yang memungkinkan negara ini mengolah minyak dari berbagai sumber di Asia Tenggara dan Timur Tengah. Sebagai perbandingan, Indonesia yang memiliki populasi sekitar 260 juta, mengkonsumsi BBM sebanyak 1,4 juta barel per hari, sementara kapasitas pengolahan kilang Pertamina hanya sebesar 1,1 juta barel per hari. Kesenjangan kapasitas ini semakin memperparah keadaan dan berdampak pada neraca perdagangan Indonesia.