Malaysia menjadi pusat data (data center) terkemuka di Asia Tenggara, dan hal ini telah menarik banyak investasi dari raksasa teknologi asing untuk membangun data center penunjang teknologi kecerdasan buatan (AI). Singapura yang sebelumnya menjadi pemimpin dalam hal ini, kini terancam digeser oleh Malaysia. Meski booming data center membantu ekonomi Malaysia, namun kekhawatiran muncul terkait kapasitas energi dan air di negara tersebut.
Riset Bank Investasi Kenanga memprediksi kebutuhan listrik dari data center di Malaysia akan mencapai 5 gigawatt pada 2035. Saat ini, kapasitas listrik yang diinstal untuk keseluruhan Malaysia 'hanya' 27 gigawatt, menurut perusahaan listrik Malaysia Tenaga Nasional Berhad. Otoritas lokal pun telah mengemukakan isu kapasitas yang bisa menimbulkan krisis listrik di Malaysia. Walikota Johor Bahru Mohd Noorazam Osman mengatakan investasi data center tak boleh mengesampingkan kebutuhan sumber daya bagi masyarakat sekitar, terutama karena kota tersebut menghadapi tantangan sumber daya air dan listrik.
Pejabat Komite Investasi, Perdagangan, dan Konsumen Johor Bahru pun mengatakan pemerintah harus memberikan panduan yang jelas terkait implementasi penggunaan data center energi hijau di kota tersebut. Johor Bahru memang menjadi area yang difokuskan sebagai hub data center baru di Malaysia. Perusahaan data center intelligence, DC Byte, melaporkan Johor Bahru sebagai kota dengan pertumbuhan pasar data center terbesar di Asia Tenggara. Direktur APAC DC Byte, James Murphy, menyatakan bahwa Johor Bahru tampaknya akan menggeser Singapura sebagai pasar terbesar di Asia Tenggara dalam beberapa tahun ke depan.