Sumawati mengatakan, suaminya sudah 10 tahun menjadi motoris perahu. Ayah dari Maisarah, Latifah, dan Kevin itu kerap mengantarkan penumpang seperti Suhadi. Bayaran yang didapatkan tak menentu. Mulai Rp 20 ribu hingga Rp 50 ribu sekali antar. “Biasanya (mengantarkan penumpang) tidak sampai larut malam. Tapi tugboat dari hilir baru sampai di tempat penjemputan pada tengah malam,” ujarnya.
Dia bercerita, tepat pukul 00.00 Wita, suaminya pamit untuk mengantarkan penumpang. Perahu telah siap di belakang rumah di pinggir Sungai Mahakam.
Junaidi pun menutup pintu rumah dan menuju perahu. Dia berpesan agar Sumawati lekas tidur. Namun, istrinya tetap memilih menunggu pasangan hidupnya itu kembali ke rumah. “Saya tidak bisa tidur kalau penghuni rumah ini belum lengkap. Jadi, saya tetap menunggu sambil menonton televisi,” bebernya.
Waktu berselang, tak begitu lama dia mendengar deru mesin perahu mendekat ke rumah. Awalnya Sumawati mengira suaminya telah pulang. Saat mengintip, dia melihat sosok yang tak dikenal. Dari balik celah daun pintu yang dibuka sedikit, dia bertanya apa maksud kedatangan orang-orang tersebut. Tapi, Sumawati diminta mendekat. Saat itu dia melihat Suhadi dalam kondisi basah menggigil.
“Saya tanya, mana Bapak? Mana perahunya? Dia (Suhadi) bilang, Bapak enggak ada. Jatuh tenggelam ditabrak tongkang,” ucapnya lalu terisak. Setelah mendapat kabar, Sumawati meminta ikut dalam pencarian Junaidi.
Dia juga ditemani Latifah, anak keduanya. Informasi yang diterima Sumawati, Tugboat Harmoni X saat itu memacu laju cukup kencang. Sebab, mereka menghindari perompak yang ingin meminta jatah solar dengan paksa. Nahas, saat hendak memutar arah perahu, korban tersangkut ke tumpukan eceng gondok yang membuat perahu korban tertabrak ponton yang ditarik tugboat.