Pemerintah Indonesia mengeluarkan anggaran yang tidak sedikit, yakni sekitar US$213 juta atau setara dengan Rp3,45 triliun dalam periode sepuluh tahun terakhir. Anggaran ini dialokasikan khusus untuk menangani penyakit kardiovaskular yang diakibatkan oleh konsumsi lemak trans, yang juga merupakan faktor risiko utama penyakit jantung.
Lemak trans sendiri merupakan jenis lemak jenuh yang terbentuk melalui proses industri dengan menambahkan hidrogen ke dalam minyak sayur. Jenis lemak ini umumnya banyak terdapat dalam makanan olahan, terutama gorengan, yang telah menjadi makanan favorit banyak orang di Indonesia.
Jika kita merefleksikan praktik konsumsi makanan di Indonesia, gorengan hampir dapat ditemukan di setiap sudut, mulai dari warung kecil hingga restoran besar. Kementerian Kesehatan Indonesia menggunakan data penelitian yang dilakukan oleh Dr. Marklund dari Johns Hopkins University dan The George Institute, yang didukung oleh Resolve to Save Lives (RTSL).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penghapusan lemak trans dari bahan makanan dapat menghemat biaya kesehatan hingga US$213 juta dalam sepuluh tahun, sekaligus menyelamatkan lebih dari 115.000 jiwa. Namun, langkah ini hanya bisa terwujud jika kebijakan yang terkait mulai diterapkan pada tahun 2025.
Terlalu sering mengonsumsi lemak trans bisa memicu berbagai masalah kesehatan, dengan kadar kolesterol tinggi menjadi salah satu akibatnya. Jika kondisi ini tidak ditangani dengan serius, dapat berujung pada penyakit kardiovaskular, yang saat ini menjadi salah satu penyebab utama kematian di Indonesia. Data dari Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa hampir 800.000 jiwa hilang setiap tahun akibat penyakit ini, yang terdiri dari serangan jantung dan stroke.