Tanaman herbal asal Indonesia, Mitragyna speciosa atau yang lebih dikenal dengan daun kratom, kini mencuri perhatian dunia. Dijuluki sebagai ‘daun surga’, tanaman ini bukan hanya menjadi primadona ekspor, tetapi juga memicu perdebatan panjang di berbagai negara, termasuk Indonesia.
Kratom merupakan tanaman tropis yang tumbuh subur di Asia Tenggara, dan Indonesia menjadi salah satu negara penghasil utama. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (sebelum menjadi dua kementerian terpisah), melalui Ditjen Pengelolaan Hutan Lestari (PHL), menyebutkan bahwa kratom memiliki berbagai manfaat medis yang telah dimanfaatkan secara tradisional oleh masyarakat lokal sejak lama.
Dalam dunia pengobatan alternatif, kratom telah lama digunakan untuk meredakan nyeri, mengurangi kecemasan, hingga membantu proses detoksifikasi bagi pengguna zat opioid. Popularitasnya yang terus meningkat di Amerika Serikat dan Eropa menunjukkan adanya potensi ekonomi luar biasa dari tanaman ini. Ironisnya, meskipun sempat disebut sebagai “narkoba baru” di dalam negeri, kratom kini berkembang menjadi industri bernilai miliaran dolar di pasar global.
Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan, menambahkan bahwa kratom juga berperan dalam menjaga vitalitas tubuh dan bisa membantu meredakan stres serta depresi. Dalam beberapa bentuk konsumsi, kratom bisa diseduh seperti teh atau bahkan dijadikan sirup herbal yang dipercaya mampu meningkatkan stamina. Ini menjadi alasan mengapa permintaan dari luar negeri terus melonjak, terutama dari negara-negara yang sedang mencari alternatif obat alami berbasis tanaman.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023, Amerika Serikat merupakan negara pengimpor kratom terbesar dari Indonesia, dengan volume mencapai hampir 4.700 ton. Nilai ekspor kratom ke AS sendiri diperkirakan mencapai lebih dari US$ 9 juta. Dari angka tersebut, DKI Jakarta menyumbang lebih dari 60 persen total nilai ekspor nasional, disusul Kalimantan Barat dan Jawa Timur sebagai wilayah penghasil utama.