Tren resesi mood atau vibe, yang sekarang dikenal sebagai vibecession, telah menjadi fenomena baru yang tersebar di seluruh dunia. Dalam istilah CNBC International, vibecession digunakan untuk menggambarkan suasana hati suram yang dirasakan oleh warga dunia terhadap perekonomian, meskipun data finansial menunjukkan bahwa perekonomian sebenarnya sedang dalam keadaan baik.
Menurut CEO Survey Monkey, Eric Johnson, kebanyakan ahli sepakat bahwa masalah-masalah rantai pasokan akibat pandemi telah diselesaikan, dan angka pengangguran telah menurun dibandingkan dengan sebelum pandemi.
Berbeda dengan resesi ekonomi yang didasarkan pada fakta, termasuk harga komoditas dan pertumbuhan ekonomi, vibecession sepenuhnya dipengaruhi oleh persepsi.
Warga global memiliki banyak alasan untuk merasa pesimistis. Sejak pandemi berakhir, dunia mengalami kondisi yang sulit, termasuk inflasi global dan pemutusan hubungan kerja massal di seluruh dunia. Akibatnya, mayoritas penduduk dunia merasa khawatir akan nasib dan kesejahteraan mereka.
Meskipun IMF menyatakan bahwa perekonomian global mendekati "pendaratan mulus" dan laju inflasi sudah terkendali, mood ekonomi warga dunia tetap tidak berubah.
Hasil survei oleh SurveyMonkey menunjukkan bahwa mayoritas penduduk dewasa di sembilan negara masih menghadapi stres terkait kondisi keuangan mereka. Sumber kecemasan utama mereka adalah inflasi
Data dari Bank Dunia menunjukkan bahwa vibecession memiliki dampak yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di berbagai negara. Beberapa negara mengalami penurunan tingkat konsumsi masyarakat dan penurunan investasi karena mood negatif yang masih berkelanjutan.