Direktur Jenderal Imigrasi Kemenkumham Silmy Karim mengatakan pemerintah akan memprioritaskan 10 negara dalam pemberian golden visa. "Daftar negaranya adalah Singapura, Jepang, China, Korea, Belanda, Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Jerman, Uni Emirat Arab," kata Silmy usai menghadiri acara peluncuran Golden Visa mendampingi Jokowi.
Lalu apa untung dan rugi golden visa bagi Indonesia? Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution, Ronny P. Sasmita menilai golden visa belum tentu bisa mendatangkan lebih banyak investasi ke dalam negeri. Sebab, kebijakan tersebut tidak menyelesaikan persoalan penanaman modal di Tanah Air. Menurut Ronny, golden visa bukan cara yang tepat untuk memperbanyak investasi masuk, melainkan memperbaiki permasalahan penyebab investor malas masuk ke Indonesia. "Golden Visa, dalam hemat saya, hanyalah terobosan teknis untuk mendatangkan dana dan investasi dari luar, semacam gimmick untuk investasi asing. Mirip dengan ide Family Office di Bali, yang tidak menyelesaikan persoalan fundamental investasi di negeri ini," ujarnya kepada CNNIndonesia.com.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira juga menilai golden visa belum tentu bakal menarik investasi masuk ke Indonesia dalam waktu dekat. Sebab, kebijakan ini disiapkan untuk mendorong masuknya family office ke Indonesia. Bhima memberikan empat catatan jika Jokowi berambisi menarik investasi asing lebih banyak ke Tanah Air, salah satunya melalui peluncuran golden visa. Pertama, masa transisi pemerintah dinilai sebagai masa yang krusial sehingga sebagian bersikap wait and see dulu. Kedua, golden visa dinilai hanyalah pemanis untuk menarik investasi. Tapi pada akhirnya investor akan mempertimbangkan kesiapan infrastruktur, kedalaman pasar keuangan, daya saing industri, dan tingkat kerumitan birokrasi. Ketiga, perlindungan data pribadi dan data transaksi keuangan menjadi perhatian utama. Kasus kebocoran data PDN tentu akan jadi catatan bagi calon penerima golden visa untuk memindahkan asetnya ke Indonesia. Keempat, pemerintah dinilai perlu hati-hati karena investasi minimal Rp5,3 miliar bisa jadi hanya aset portofolio yang bisa ditarik kapan saja.