Secara terperinci, penambahan kapasitas pembangkit listrik sebesar 69,5 GW itu akan dibagi dalam dua tahap, masing-masing untuk periode lima tahunan. Tahap pertama, yaitu periode 2025-2029, yang bertepatan dengan masa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, menargetkan tambahan kapasitas pembangkit mencapai 27,9 GW.
Pada lima tahun pertama ini, komposisi pembangkit masih akan didominasi oleh energi fosil sebesar 12,7 GW atau 45 persen dari total penambahan. Sementara itu, EBT akan menyumbang 12,2 GW atau 44 persen, dan storage sebesar 3 GW atau 11 persen. Ini menunjukkan fase transisi awal yang masih mengakomodasi kebutuhan energi fosil.
Kemudian, pada periode kedua, yaitu 2030-2034, akan ada penambahan kapasitas pembangkit yang jauh lebih besar, yakni sebesar 41,6 GW. Di fase ini, porsi EBT akan meningkat drastis menjadi 30,4 GW atau 73 persen dari total penambahan. Pembangkit fosil hanya akan berkontribusi 3,9 GW atau 10 persen, dan kapasitas storage sebesar 7,3 GW atau 17 persen. Ini menunjukkan percepatan transisi energi di paruh kedua dekade.
"Rencana penambahan pembangkit 2025-2034 kami bagi dua, 5 tahun pertama dan 5 tahun kedua supaya kita bisa mengecek detail. Lima tahun pertama totalnya 27,9 GW dan 5 tahun kedua 41,6 GW," jelas Bahlil, menunjukkan pendekatan terukur dalam perencanaan pembangunan listrik.