Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) di Indonesia mengalami masa-masa sulit pasca pandemi Covid-19 yang berdampak pada kondisi ekonomi global. Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Jemmy Kartiwa Sastraatmaja, menjelaskan kronologi dari peristiwa ini.
Menurut Jemmy, awalnya ekonomi global melambat setelah masa pandemi, diikuti oleh inflasi tinggi dan kenaikan suku bunga di berbagai negara, termasuk Indonesia. Hal ini berdampak langsung pada penurunan daya beli di berbagai negara, termasuk Amerika Serikat dan negara-negara di Uni Eropa.
Di sisi lain, surplus produksi TPT di China juga meningkat pasca pandemi, yang mengakibatkan ancaman dumping barang tekstil dari China ke berbagai negara produsen TPT dunia, termasuk Indonesia. Untuk melindungi industri dalam negeri dari serbuan produk China, negara-negara produsen TPT dunia menerapkan kebijakan-kebijakan proteksi perdagangan.
Meskipun demikian, China terus memanfaatkan surplus produksi tekstilnya ke Indonesia, yang kemudian memberikan tekanan yang signifikan terhadap sektor industri TPT dalam negeri. Tidak hanya itu, berbagai masalah lain juga membuat industri TPT semakin terpuruk, seperti kondisi geopolitik dan ekonomi dunia, inflasi di Amerika Serikat dan Uni Eropa, serta diterapkannya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No.8/2024 yang meningkatkan impor TPT dalam negeri.