Dampak dari semua peristiwa ini terutama dirasakan pada industri TPT di Indonesia. Puncak kejayaan industri TPT tercatat pada 2019 dengan kontribusi pertumbuhan terhadap produk domestik bruto (PDB) dalam negeri sebesar 15,35%. Namun, sejak 2020 hingga 2024, industri ini terus digempur oleh berbagai masalah.
Dalam upaya untuk melindungi industri dalam negeri, Jemmy Kartiwa Sastraatmaja memberikan beberapa saran. Dia menyarankan agar Indonesia mempertimbangkan penerapan bea masuk antidumping (BMAD) atau bea masuk tindakan pengamanan (BMTP) sebagai langkah untuk melindungi industri dalam negeri dari produk tekstil asing. Selain itu, Jemmy juga menyoroti pentingnya penerapan hambatan nontarif untuk memastikan kualitas produk impor, seperti halnya sertifikasi Bureau of India Standards (BIS) yang diterapkan oleh India.
Selain saran-saran tersebut, perlunya perhatian pada kondisi utilitas pabrik di industri TPT yang terus mengalami penurunan juga menjadi sorotan. Hal ini terlihat dari turunnya angka utilitas industri TPT, yang menjadi salah satu alasan terjadinya gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) massal di sektor industri TPT. Relokasi industri TPT dari Jawa Barat ke Jawa Tengah juga tidak banyak memberikan dampak positif bagi penyerapan tenaga kerja di sektor ini.