Distribusi Kekayaan yang Tidak Merata: Inflasi cenderung lebih merugikan kelompok masyarakat berpenghasilan rendah dan menengah yang sebagian besar pendapatannya habis untuk konsumsi, serta mereka yang memiliki tabungan dalam bentuk uang tunai. Di sisi lain, mereka yang memiliki aset riil seperti properti atau saham, yang nilainya cenderung menyesuaikan dengan inflasi, mungkin tidak terlalu terpengaruh atau bahkan diuntungkan.
Perilaku Konsumsi yang Berubah: Masyarakat mungkin cenderung melakukan pembelian panik (panic buying) atau menimbun barang karena khawatir harga akan terus naik. Perilaku ini justru dapat memperburuk inflasi karena meningkatkan permintaan secara artifisial.
Upaya Pengendalian Inflasi
- Pemerintah dan bank sentral memiliki peran krusial dalam mengendalikan inflasi. Mereka menggunakan berbagai instrumen kebijakan:
- Kebijakan Moneter: Bank sentral dapat menaikkan suku bunga acuan untuk mengurangi jumlah uang beredar di masyarakat dan mengerem permintaan.
- Kebijakan Fiskal: Pemerintah dapat mengurangi pengeluaran atau menaikkan pajak untuk menarik uang dari peredaran.
- Pengendalian Harga dan Distribusi: Meskipun biasanya dihindari dalam ekonomi pasar bebas, intervensi ini kadang dilakukan untuk barang-barang pokok.
Secara keseluruhan, inflasi adalah pedang bermata dua. Inflasi yang moderat dan terkendali (misalnya sekitar 2-3% per tahun) sering dianggap sehat karena mencerminkan pertumbuhan ekonomi dan mencegah deflasi. Namun, inflasi yang tinggi dan tidak stabil dapat secara signifikan mengikis daya beli masyarakat, memperburuk ketimpangan, dan mengganggu stabilitas ekonomi makro. Oleh karena itu, menjaga inflasi tetap rendah dan stabil adalah salah satu prioritas utama dalam pengelolaan ekonomi suatu negara.