Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) telah meresahkan berbagai sektor industri di Indonesia. Selama tahun 2024, rupiah melemah mencapai Rp16.390/US$1 pada perdagangan Senin (24/6/2024). Dampak negatifnya makin terasa pada beberapa perusahaan, terutama yang bergantung pada impor bahan baku.
Sebagai negara dengan sektor UMKM yang cukup besar, pelemahan rupiah tak hanya mempengaruhi industri besar, tetapi juga UMKM yang mengandalkan barang impor. Misalnya, pengusaha tempe, tahu, hingga kecap mengalami tekanan akibat kenaikan harga bahan mentah. Di samping itu, perusahaan besar dan emiten yang mengandalkan barang impor serta memiliki utang dalam denominasi dolar AS turut terdampak. Industri yang terpengaruh antara lain sektor transportasi, perusahaan semen, dan perusahaan farmasi.
Dampak pada Perusahaan-Perusahaan di Indonesia
Salah satu dampak yang dirasakan adalah kenaikan beban finansial yang dapat berujung pada pemutusan hubungan kerja (PHK) sehingga menimbulkan pengangguran baru. Emiten dengan bahan baku impor, ketika bahan baku produknya didatangkan dari luar negeri, akan menghadapi tantangan akibat pelemahan rupiah. Hal ini membuat harga pokok penjualan semakin meningkat, yang pada akhirnya dapat menekan margin keuntungan perusahaan.
Beban ini juga diperparah oleh perusahaan-perusahaan yang memiliki utang dalam mata uang dolar AS. Utang yang harus dibayarkan dalam dolar AS akan meningkat secara otomatis akibat pelemahan nilai tukar rupiah. Salah satu emiten yang dirugikan dari kondisi ini adalah PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP). Selain itu, PT Modernland Realty Tbk (MDLN) dan PT Alam Sutera Realty Tbk (ASRI) juga merasakan dampak negatif dari pelemahan rupiah karena memiliki utang dalam dolar AS. Sektor farmasi juga menghadapi tekanan serupa dengan masih tingginya ketergantungan pada impor bahan baku.